Sabtu, 04 Februari 2012

kesejahteraan rakyat Indonesia

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Pemerintah telah mencanangkan bahwa Indonesia ke depan haruslah Indonesia yang berkembang berdasarkan jiwa, semangat, nilai, dan konsensus dasar berdirinya negara Republik Indonesia. Indonesia ke depan haruslah Indonesia yang tahan terhadap resesi, krisis, dan berbagai goncangan perubahan. Indonesia ke depan haruslah Indonesia yang siap menghadapi perubahan serta yakin akan keharusan pergaulan internasional. Untuk itu, telah ditetapkan tiga agenda pembangunan nasional, yaitu mewujudkan Indonesia yang lebih aman, damai, lebih adil, demokratis, dan lebih sejahtera. Ketiga agenda pembangunan tersebut pada dasarnya merupakan tiga pilar pembangunan yang saling memperkuat bangunan masyarakat adil, aman, makmur, dan sejahtera.
Upaya untuk mewujudkan ketiga agenda tersebut telah dituangkan secara sistematis dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2004–2009 dan dijabarkan lebih lanjut dalam Rencana Kerja Pemerintah setiap tahunnya. Namun, pada saat RPJMN ini masih disusun, Kabinet Indonesia Bersatu telah sejak awal memulai langkah-langkah yang diperlukan melalui pelaksanaan Agenda 100 hari pertama Kabinet Indonesia Bersatu.
Dalam kaitan itu laporan pelaksanaan pembangunan ini mencakup masa 10 bulan pelaksanaan pembangunan nasional dengan mengacu kepada RPJMN termasuk pelaksanaan Agenda 100 Hari Pertama Kabinet Indonesia Bersatu. Dalam uraian berikut akan disampaikan hasil-hasil yang telah dicapai dan rencana ke depan untuk mengatasi berbagai permasalahan dan tantangan pembangunan yang masih dihadapi.

1.2 Permasalahan yang Dihadapi
Pada tahun 2004 jumlah penduduk miskin masih mencapai 36,1 juta jiwa (16,7 persen). Jumlah penduduk miskin yang tinggi tersebut menggambarkan kemiskinan di Indonesia yang bersifat multidimensi dan rendahnya mutu kehidupan masyarakat. Permasalahan kemiskinan menyangkut permasalahan pemenuhan hak dasar, yaitu terbatasnya kecukupan dan mutu pangan, terbatasnya akses dan rendahnya mutu layanan kesehatan, terbatasnya akses dan rendahnya mutu layanan pendidikan, terbatasnya kesempatan kerja dan berusaha, terbatasnya akses layanan perumahan, terbatasnya akses terhadap air bersih dan aman, serta sanitasi, lemahnya kepastian kepemilikan dan penguasaan tanah, memburuknya kondisi sumber daya alam dan lingkungan hidup serta terbatasnya akses masyarakat miskin terhadap sumber daya alam, lemahnya jaminan rasa aman dan lemahnya partisipasi. Selain itu, permasalahan kemiskinan juga menyangkut ketidaksetaraan dan ketidakadilan gender, beban kependudukan dan kesenjangan antarwilayah. Di samping jumlah penduduk miskin yang masih tinggi tersebut, fluktuasi angka kemiskinan akibat krisis ekonomi pada tahun 1997 memperlihatkan kerentanan masyarakat untuk jatuh miskin, akibat besarnya jumlah penduduk yang berada sedikit di atas garis kemiskinan.
Di samping masalah kemiskinan, Indonesia juga menghadapi tingkat pengangguran yang jumlahnya terus meningkat hingga tahun 2004. Meskipun berbagai indikator ekonomi lain menunjukkan perbaikan jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Namun, pertumbuhan ekonomi tahun 2004 sebesar 5,1 persen belum mampu menyerap seluruh tambahan angkatan kerja yang masuk ke dalam pasar kerja. Pertambahan angkatan kerja sekitar 1,2 juta orang hanya mampu terserap sebesar 900 orang. Dengan demikian, pengangguran terbuka bertambah sebesar 300 ribu orang sehingga pengangguran terbuka seluruhnya menjadi 10,3 juta.
Selain itu penciptaan lapangan kerja formal juga masih belum dapat menutup berkurangnya lapangan kerja formal selama periode sebelumnya. Lapangan kerja formal sampai tahun 2004 hanya menyerap tenaga kerja sekitar 28,4 juta pekerja, atau sekitar 30,3 persen dari angkatan kerja. Pengurangan lapangan kerja formal terjadi justru terjadi pada industri-industri yang padat pekerja yang sebagian berorientasi ekspor. Pengurangan lapangan kerja formal ini memberikan tekanan kepada kesejahteraan pekerja informal. Tekanan kepada peningkatan kesejahteraan pekerja informal tercermin pula dari besarnya angka setengah penganggur terpaksa yang pada bulan Februari 2005 berjumlah sekitar 14,3 juta orang meningkat dari 13,4 juta orang pada bulan Agustus 2004. Hal ini menunjukkan bahwa penciptaan lapangan kerja formal harus menjadi prioritas bersama.
Angkatan kerja yang berpendidikan SD dan SD ke bawah jumlahnya juga masih cukup besar, yaitu 56,3 juta orang atau 54,1 persen dari jumlah angkatan kerja pada tahun 2004. Masih besarnya jumlah maupun persentase angkatan kerja yang berpendidikan rendah mencerminkan masih rendahnya kualitas angkatan kerja yang tersedia. Kondisi ini seringkali menimbulkan ketidaksesuaian kebutuhan di pasar kerja. Berkaitan dengan permasalahan ini, masih perlu dilakukan penyempurnaan pengembangan program-program pelatihan dan penyelenggaraan pelatihan kerja. Keterbatasan dalam penyediaan sarana dan prasarana pelatihan khususnya pada balai latihan kerja milik pemerintah menyebabkan lembaga pelatihan belum sepenuhnya dapat memenuhi kebutuhan pasar kerja yang terus berkembang.
Belum adanya standarisasi dan sertifikasi kompetensi tenaga kerja secara nasional menyebabkan banyak lembaga pelatihan termasuk lembaga pelatihan milik pemerintah yang memberikan sertifikasi pekerja menggunakan standar yang berbeda-beda. Untuk itu perlu adanya pengakuan dan komitmen bersama berkaitan dengan standarisasi dan sertifikasi tenaga kerja.
Dengan tingginya jumlah pengangguran yang ada dan kondisi perekonomian yang saat ini belum mampu menciptakan lapangan kerja secara memadai, pengiriman TKI ke luar negeri dapat dijadikan sebagai alternatif. Selain menghasilkan devisa yang cukup besar, pengiriman TKI selama ini juga telah meningkatkan lapangan kerja yang cukup berarti. Namun demikian masih sering terjadi berbagai permasalahan yang disebabkan lemahnya perlindungan terhadap TKI. Sebagian besar TKI adalah pembantu rumah tangga yang berpendidikan rendah sehingga kemampuan dan kesadaran untuk melindungi diri dan memecahkan persoalan yang dihadapai menjadi sangat terbatas.

1.3 Tujuan
Agar mahasiswa mengetahui bagaimana cara mewujudkan Indonesia yang sejahtera dengan mempertimbangkan kemampuan masyarakat yang ada di Indonesia.





BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Mewujudkan Indonesia yang Sejahtera
Meningkatkan  kesejahteraan  rakyat Indonesia dilaksanakan terutama untuk mengentaskan kemiskinan dan mengurangi pengangguran. Hal ini ditempuh dengan strategi pembangunan ekonomi yang mengarah pada pertumbuhan yang berkualitas, yaitu pertumbuhan yang tidak saja cukup tinggi, tetapi mampu menyerap pekerja, mengurangi kemiskinan dalam jumlah yang lebih besar jika dibandingkan dengan masa sebelumnya, dan mengurangi kesenjangan antar kelompok pendapatan antar daerah. Untuk itu, tumpuan pertumbuhan akan dilakukan melalui upaya peningkatan investasi dan ekspor, didukung oleh pembangunan infrastruktur yang memadai dan stabilitas ekonomi yang mantap. Agar pertumbuhan tersebut dapat berkesinambungan dan dinikmati oleh seluruh masyarakat Indonesia, diupayakan revitalisasi pertanian, perikanan, dan kehutanan serta percepatan pengurangan kesenjangan wilayah dan pembangunan perdesaan. Selain meningkatkan pendapatan terutama bagi penduduk miskin, sasaran utama yang lain dari agenda ketiga ini adalah meningkatkan kualitas kehidupan rakyat yang tercermin, terutama dari pendidikan dan kesehatan yang lebih baik. Selanjutnya, demi menjaga pembangunan yang berkelanjutan, mutu lingkungan hidup dan pengelolaan sumber daya alam juga dijaga. Selain itu, dilakukan pula langkah penanganan bencana tsunami di NAD dan Nias, meliputi langkah tanggap darurat, rehabilitasi, dan rekonstruksi.

2.2  Langkah-Langkah Kebijakan dan Hasil-Hasil yang Dicapai
Untuk mengurangi jumlah penduduk miskin selama 10 bulan terakhir telah dilakukan langkah-langkah sebagai berikut. Untuk mengatasi lemahnya koordinasi antara lembaga yang terkait dalam penanggulangan kemiskinan dilakukan melalui reformasi dan revitalisasi untuk menemukan bentuk kelembagaan terbaik dalam melakukan penanggulangan kemiskinan. Selain itu, pemerintah melalui kerja sama dengan kalangan lembaga swadaya masyarakat, swasta dan perguruan tinggi, telah menyusun Strategi Nasional Penanggulangan Kemiskinan (SNPK) yang menjadi salah satu agenda 100 hari. Penyusunan SNPK didorong oleh perlunya kesamaan persepsi tentang kemiskinan, kejelasan tentang berbagai langkah pemerintahan, peran swasta dan masyarakat, tersusunnya indikator dan sistem monitoring serta evaluasi dalam pelaksanaan berbagai program penanggulangan kemiskinan.
Upaya penanggulangan kemiskinan juga dilakukan melalui pengarusutamaan penanggulangan kemiskinan pada setiap dokumen perencanaan pembangunan, baik itu dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah, Rencana Kerja Pemerintah maupun rencana kerja kementerian. RPJMN 2004–2009 yang menjadikan penanggulangan kemiskinan sebagai prioritas utama pembangunan, akan menjadi acuan dalam pembuatan RPJMD 2004–2009. akibatnya, diharapkan akan terjadi sinergi dan sinkronisasi upaya penanggulangan kemiskinan di pusat dan di daerah.
Untuk mengurangi beban penduduk miskin secara langsung akibat kenaikan harga BBM, pemerintah telah menetapkan Program Kompensasi Pengurangan Subsidi BBM yang mengalihkan subsidi terhadap BBM untuk program-program penanggulangan kemiskinan. Program-program ini antara lain mencakup pendidikan dasar gratis untuk masyarakat miskin, penyediaan layanan kesehatan masyarakat miskin secara gratis melalui asuransi kesehatan, dan peningkatan pembangunan infrastruktur desa tertinggal. Agar berbagai upaya penanggulangan kemiskinan lebih tepat sasaran, termasuk melalui Kompensasi Pengurangan Subsidi BBM akurasi data penduduk miskin semakin disempurnakan, melalui upaya identifikasi penduduk miskin dengan melakukan perbaikan terhadap indikator yang dipergunakan selama ini. Dalam kaitan itu, sedang dipersiapkan identifikasi penduduk miskin yang diharapkan selesai pada akhir tahun 2005.
Langkah kebijakan yang dilakukan untuk pemenuhan hak dasar masyarakat miskin antara lain dalam hal penyediaan dan perluasan akses pangan, perluasan akses layanan kesehatan, perluasan akses layanan pendidikan, peningkatan kesempatan kerja dan berusaha, perluasan akses layanan perumahan, penyediaan air bersih dan aman, serta sanitasi dasar, perluasan akses tanah, perluasan akses sumber daya alam dan lingkungan hidup, peningkatan rasa aman dan perluasan akses partisipasi. Dalam kaitannya dengan pewujudan keadilan dan kesetaraan gender serta pengendalian, pertumbuhan, dan persebaran penduduk, kebijakan kependudukan diarahkan untuk pengendalian laju pertumbuhan, pemerataan persebaran dan peningkatan mutu hidup penduduk. Kebijakan yang dilaksanakan untuk pengendalian laju pertumbuhan penduduk adalah program keluarga berencana dan keluarga sejahtera, kebijakan yang dilaksanakan untuk pemerataan persebaran penduduk adalah transmigrasi. Untuk pengurangan kesenjangan wilayah langkah kebijakan dilakukan antara lain adalah kebijakan pembangunan perdesaan, kebijakan pembangunan perkotaan, kebijakan pengembangan kawasan pesisir, dan kebijakan pengembangan daerah tertinggal.
Hasil yang dicapai dalam rangka pemenuhan hak dasar, termasuk untuk penduduk miskin antara lain pelaksanaan Raskin sebesar 1.992.000 ton beras untuk 8.3 juta KK pada tahun 2005 yang realisasinya sampai Juli 2005 telah mencapai 993.439 ton atau 49.87 persen. Program jaminan pemeliharaan kesehatan bagi masyarakat miskin (JPK-M), telah dilaksanakan atas kerja sama PT Askes, yang hingga bulan Juni 2005, diperuntukkan bagi 36.146.700 juta penduduk miskin. Selain itu, juga telah dialokasikan program Kompensasi Pengurangan Subsidi Bahan Bakar Minyak untuk bidang kesehatan. Di sektor pendidikan, telah dilaksanakan berbagai program termasuk untuk penduduk miskin, seperti program Keaksaraan Fungsional, Pendidikan Kesetaraan, Kelompok Belajar Usaha (KBUI), Magang Kursus, Kelompok Usaha Pemuda Produktif (KUPP), Life Skill PLS, Pendidikan Anak Usia Dini, Wajib Belajar 9 Tahun, dan Program Pendidikan Menengah. Khusus untuk penduduk miskin, pemerintah pada bulan Juni juga mengalokasikan program kompensasi pengurangan subsidi BBM untuk pendidikan.
Pemenuhan kebutuhan perumahan yang layak dan terjangkau, khususnya bagi masyarakat miskin yang berpenghasilan rendah, dilakukan melalui program pengembangan perumahan yang berbasis pada keswadayaan sebanyak 19.814 unit dan program P2KP khususnya daerah perkotaan bagi sekitar 5,2 juta jiwa yang tersebar di 1.298 kelurahan di Pulau Jawa bagian utara dan DIY. Selain itu, juga dilakukan program perbaikan lingkungan kumuh di perkotaan di 32 kabupaten/kota yang tersebar di 76 kecamatan dan 211 desa/kelurahan. Program pengelolaan pertanahan antara lain melalui sertifikasi tanah secara bertahap sebanyak 41.600 bidang tanah dengan jumlah penerima manfaat 2.154 KK, penerbitan sertifikat tanah bagi masyarakat golongan ekonomi lemah sebanyak 91.205 bidang dengan jumlah penerima manfaat 91.194 KK, redistribusi tanah objek Land Reform bagi petani penggarap tanah objek Land Reform dengan jumlah penerima manfaat sebanyak 4.800 KK dan penerbitan sertifikat hak atas tanah bagi transmigran sebanyak 39.548 bidang dengan jumlah penerima manfaat 15.819 KK, dan program-program yang berbasis komunitas dan pemberdayaan masyarakat. Selanjutnya, pelaksanaan Program Pengembangan Kecamatan (PPK), Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan (P2KP), dan Program Pembangunan Prasarana Perdesaan (P2D), dan forum musyawarah perencanaan pembangunan (musrenbang) telah melibatkan seluruh pelaku pembangunan sehingga meningkatkan partisipasi masyarakat dalam proses perencanaan pembangunan.
Untuk pewujudan keadilan dan kesetaraan gender serta pengendalian laju pertumbuhan penduduk adalah dengan ditetapkannya kebijakan peningkatan produktivitas ekonomi perempuan (PPEP), pengembangan model desa prima (Perempuan Indonesia Maju Mandiri) yang hingga akhir tahun 2004 telah dilakukan di 7 provinsi, dan hingga akhir tahun 2005 diharapkan akan menjadi 9 provinsi, terutama provinsi-provinsi dengan jumlah penduduk miskin terbanyak, program peningkatan kualitas hidup perempuan, program keluarga berencana, pengadaan alat kontrasepsi gratis kepada keluarga miskin dengan penerima manfaat 11,75 juta KK dan program pelayanan kontap kepada keluarga miskin (medis operasi pria/wanita) dengan penerima manfaat 21.880 KK.
Selanjutnya, sebagai langkah penting dan terkait erat untuk mengurangi kemiskinan adalah mengatasi masalah ketenagakerjaan, yaitu terutama untuk mengurangi pengangguran adalah melalui penciptaan lapangan kerja untuk mengurangi pengangguran, yang dilakukan dengan memperbaiki iklim ketnegakerjaan dengan menerapkan kebijakan pasar kerja yang luwes. Kebijakan pasar kerja yang luwes bertujuan agar pasar kerja dapat menyerap tenaga kerja seluas mungkin.
Konsistensi antara penciptaan lapangan kerja dan peraturan di bidang ketenagakerjaan merupakan salah satu aspek penting, seperti kepastian hukum yang berkaitan dengan ketenagakerjaan, yang merupakan kunci bagi upaya penciptaan lapangan kerja baru. Selain itu, kebijakan yang telah dibuat memerhatikan pelindungan tenaga kerja yang dapat menjamin bahwa peraturan tersebut tidak menghambat pertumbuhan kesempatan kerja dan tanpa mengurangi keluwesan pasar tenaga kerja.
Untuk memperluas dan mengembangkan kesempatan kerja, dilakukan upaya perbaikan berbagai peraturan dalam rangka menciptakan pasar kerja yang lebih luwes, dengan memperbaiki peraturan yang berkaitan dengan rekrutmen, pengupahan, PHK pekerja, dan uang pesangon. Untuk itu, secara terus-menerus telah dilakukan berbagai ”dialog” antarserikat pekerja, pengusaha, dan pemerintah untuk menyempurnakan berbagai peraturan tersebut. Selanjutnya, dilakukan penyempurnaan kegiatan pendukung pasar kerja dalam rangka mempertemukan pengguna dan pencari kerja, dengan melakukan berbagai Job Fair yang melibatkan perusahaan serta memberdayakan bursa kerja yang ada; termasuk pengembangan bursa kerja on line sesuai dengan perkembangan pasar kerja di sepuluh provinsi.
Dalam rangka mendorong dan melindungi tenaga kerja Indonesia di luar negeri telah disusun peraturan pelaksanaan Undang-Undang No. 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Pelindungan Tenaga Kerja Indonesia di luar negeri, dengan memperbaiki mekanisme penempatan TKI dan pelindungan TKI, memberikan kemudahan memperoleh dokumen imigrasi bagi TKI yang akan bekerja di luar negeri, dan menghilangkan berbagai pungutan yang berkaitan dengan kepulangan TKI. Dalam rangka mengamankan dan memudahkan proses pemulangan TKI dari Malaysia, dilakukan koordinasi pertemuan interdep, termasuk dengan Pemda asal TKI, dan koordinasi dengan pemerintah Malaysia melalui Kedutaan RI dalam rangka memberikan pelayanan pada TKI selama masa pengempunan. Selanjutnya, untuk mendukung pengembangan pasar tenaga kerja di luar negeri dilakukan promosi pembukaan pasar kerja internasional, dengan negara-negara yang banyak menerima penempatan TKI, yaitu beberapa negara di Timur Tengah, Malaysia, Singapura, Korea Selatan, Hongkong, dan Taiwan.
Untuk memberdayakan para penganggur dilakukan kegiatan fasilitasi melalui pemberdayaan kegiatan ekonomi informal, kewirausahaan, pengembangan usaha kecil dan menengah, dan menempatkan tenaga kerja terdidik secara sukarela di unit-unit ekonomi produktif, terutama di perdesaan, pelaksanaan kegiatan padat karya di perdesaan/perkotaan, serta kerja sama dengan pengguna tenaga kerja lintas daerah dan perusahaan yang membutuhkan pekerja, serta menempatkan TKI ke luar negeri.
Dalam rangka peningkatan kualitas dan produktivitas tenaga kerja, antara lain, telah dilakukan penyelenggaraan program-program pelatihan kerja berbasis kompetensi (competency based training); antara lain meliputi
1)      kegiatan pelatihan institusional dan noninstitusional/mobile training unit (MTU) di BLK sebanyak 4.514 orang;
2)      pelaksanaan pemagangan, baik di dalam maupun di luar negeri sebanyak 2.354 orang;
3)      pelatihan kewirausahaan sebanyak 820 orang.
Selanjutnya, dikembangkan standardisasi dan sertifikasi kompetensi tenaga kerja; melalui pembentukan Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP) dalam rangka pemenuhan standar dan sertifikasi kompetensi kerja yang dipersyaratkan oleh Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan sebagai jaminan kualitas dan jaminan keselamatan kerja.
Untuk pelindungan dan pengembangan lembaga tenaga kerja dilaksanakan persiapan pelaksanaan UU No. 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (PPHI), antara lain dengan
a)      sosialisasi pelaksanaan UU PPHI dan penyusunan PP dan Kepmen,
b)      mempersiapkan hakim ad-hoc, sarana dan prasarana peradilan.
Dialog sosial melalui berbagai media atau forum tripartit antara pekerja, pengusaha, dan Pemerintah, serta mendorong harmonisasi antara pekerja dan pengusaha melalui forum bipartit semakin ditingkatkan. Selain itu, berbagai kegiatan yang telah dilakukan secara rutin terus dilanjutkan, seperti
(1) mendorong kelembagaan ketenagakerjaan,
(2) membina syarat-syarat kerja dan mengupayakan peningkatan kesejahteraan pekerja,
(3) meningkatkan kualitas dan kuantitas perjanjian kerja dan kesepakatan kerja sama, dan
(4) meningkatkan kepesertaan jaminan sosial tenaga kerja (Jamsostek).

2.3  Tindak Lanjut yang Diperlukan
Kebijakan dan program penanggulangan kemiskinan RPJMN 2004–2009 diarahkan untuk penghormatan, pelindungan, dan pemenuhan hak-hak dasar rakyat miskin. Selain itu, kebijakan dan program penanggulangan kemiskinan juga diarahkan pada kesetaraan dan keadilan gender serta pengendalian laju pertumbuhan penduduk, dan pengembangan wilayah. Hal ini dilakukan diharapkan agar penanggulangan kemiskinan menjadi lebih komprehensif dan dapat dilaksanakan. Upaya pengarusutamaan penanggulangan kemiskinan ini selain bertujuan untuk menjadikan penanggulangan kemiskinan sebagai prioritas utama pembangunan, juga bertujuan untuk menjadikan penanggulangan kemiskinan sebagai sebuah gerakan sosial, baik di tingkat nasional maupun daerah.
Langkah-langkah yang perlu dilakukan untuk pengarusutamaan penanggulangan kemiskinan adalah dengan pelaksanaan Rencana Aksi Penanggulangan Kemiskinan yang tertuang dalam RPJMN 2004–2009, RKP 2006 dan SNPK. Hal ini terutama menyangkut (1) penentuan prioritas kebijakan dan program, indikator kinerja (performance indicators) dan penentuan kelompok sasaran (targetting) yang jelas dan terukur; (2) rencana dan pola penganggaran dalam penanggulangan kemiskinan; (3) mekanisme kelembagaan terutama pembagian peran yang jelas antara pemerintah, pemerintah daerah, LSM, perguruan tinggi, organisasi masyarakat, organisasi profesi, swasta, dan lembaga internasional; (4) mengembangkan sistem deteksi dini (early warning system) yang memuat informasi awal (core information), baik indikator kuantitaif yang terukur maupun indikator kualitatif sehingga dapat menentukan tindakan secara terencana, terarah, dan sistematis; (5) memperkuat pangkalan data dan menyiapkan peta spasial (Geographical Information System) kemiskinan, pengangguran, infrastruktur, konflik, dan data relevan yang lain; (6) mengembangkan sistem pengendalian dan pengawasan (safeguarding system) yang meliputi penyebarluasan informasi, pengembangan unit pengaduan masalah, pelaporan secara reguler, verifikasi independen terhadap laporan, dan keterlibatan berbagai pelaku; dan (7) melakukan sosialisasi ke daerah dengan tujuan memastikan pengarusutamaan penanggulangan kemiskinan di daerah dan memperkuat komitmen pemerintah daerah dalam penanggulangan kemiskinan.
Dalam upaya peningkatan kesempatan kerja, upaya penciptaan iklim ketenagakerjaan tersebut, tidak dapat berjalan tanpa diikuti oleh program program di bidang lainnya. Mengingat jumlah pengangguran terbuka yang demikian besar, dibutuhkan strategi komprehensif dalam penciptaan kesempatan kerja. Penciptaan kesempatan kerja perlu ditempuh dengan mendorong percepatan perkembangan sektor riil melalui investasi dan ekspor. Penciptaan kesempatan kerja, investasi, dan ekspor harus menjadi salah satu prioritas dalam rencana kerja pemerintah mendatang. Untuk itu, perlu dituntaskan berbagai kebijakan reformasi ekonomi dalam rangka mempercepat terwujudnya iklim usaha yang kondusif bagi perkembangan investasi dan ekspor. Di samping itu, untuk mempercepat pertumbuhan sektor riil diberikan akses lebih besar kepada pelaku usaha, khususnya usaha kecil dan menengah.
Untuk menjamin agar prioritas rencana kerja pemerintah dalam rangka menciptakan kesempatan kerja, investasi, dan ekspor, dapat terselenggara dengan baik, perlu dilakukan berbagai kebijakan, seperti
1)      menciptakan kebijakan pasar kerja yang lebih luwes;
2)      memperbaiki iklim investasi;
3)      memperbaiki harmonisasi peraturan perundangan antara pusat dan daerah;
4)      meningkatkan kinerja perangkat organisasi daerah serta kualitas aparatus pemerintah daerah dalam rangka meningkatkan investasi;
5)      mengurangi biaya transaksi dan praktik ekonomi biaya tinggi;
6)      meningkatkan kepastian berusaha dan kepastian hukum bagi dunia usaha termasuk usaha kecil dan menengah;
7)      meningkatkan daya saing industri dan pengembangan ekspor;
8)      meningkatkan akses UKM kepada sumber daya produktif;
9)      meningkatkan kualitas tenaga kerja dan kewirausahaan; dan
10)  meningkatkan pembangunan infrastruktur.

















BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Meningkatkan  kesejahteraan  rakyat Indonesia dilaksanakan terutama untuk mengentaskan kemiskinan dan mengurangi pengangguran. Hal ini ditempuh dengan strategi pembangunan ekonomi yang mengarah pada pertumbuhan yang berkualitas, yaitu pertumbuhan yang tidak saja cukup tinggi, tetapi mampu menyerap pekerja, mengurangi kemiskinan dalam jumlah yang lebih besar jika dibandingkan dengan masa sebelumnya, dan mengurangi kesenjangan antar kelompok pendapatan antar daerah.
Kebijakan dan program penanggulangan kemiskinan RPJMN 2004–2009 diarahkan untuk penghormatan, pelindungan, dan pemenuhan hak-hak dasar rakyat miskin. Selain itu, kebijakan dan program penanggulangan kemiskinan juga diarahkan pada kesetaraan dan keadilan gender serta pengendalian laju pertumbuhan penduduk, dan pengembangan wilayah.
Langkah-langkah yang perlu dilakukan untuk mengutamakan penanggulangan kemiskinan adalah dengan pelaksanaan Rencana Aksi Penanggulangan Kemiskinan yang tertuang dalam RPJMN 2004–2009, RKP 2006 dan SNPK. Hal ini terutama menyangkut diantaranya :
(1)    penentuan prioritas kebijakan dan program, indikator kinerja (performance indicators) dan penentuan kelompok sasaran (targetting) yang jelas dan terukur;
(2)    rencana dan pola penganggaran dalam penanggulangan kemiskinan;
(3)    mekanisme kelembagaan terutama pembagian peran yang jelas antara pemerintah, pemerintah daerah, LSM, perguruan tinggi, organisasi masyarakat, organisasi profesi, swasta, dan lembaga internasional;
(4)    mengembangkan sistem deteksi dini (early warning system) yang memuat informasi awal (core information), baik indikator kuantitaif yang terukur maupun indikator kualitatif sehingga dapat menentukan tindakan secara terencana, terarah, dan sistematis;
(5)    memperkuat pangkalan data dan menyiapkan peta spasial (Geographical Information System) kemiskinan, pengangguran, infrastruktur, konflik, dan data relevan yang lain;
(6)    mengembangkan sistem pengendalian dan pengawasan (safeguarding system) yang meliputi penyebarluasan informasi, pengembangan unit pengaduan masalah, pelaporan secara reguler, verifikasi independen terhadap laporan, dan keterlibatan berbagai pelaku; dan
(7)    melakukan sosialisasi ke daerah dengan tujuan memastikan pengarusutamaan penanggulangan kemiskinan di daerah dan memperkuat komitmen pemerintah daerah dalam penanggulangan kemiskinan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar