BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pemerintah telah mencanangkan bahwa Indonesia ke
depan haruslah Indonesia yang berkembang berdasarkan jiwa, semangat, nilai, dan
konsensus dasar berdirinya negara Republik Indonesia. Indonesia ke depan
haruslah Indonesia yang tahan terhadap resesi, krisis, dan berbagai goncangan
perubahan. Indonesia ke depan haruslah Indonesia yang siap menghadapi perubahan
serta yakin akan keharusan pergaulan internasional. Untuk itu, telah ditetapkan
tiga agenda pembangunan nasional, yaitu mewujudkan Indonesia yang lebih aman,
damai, lebih adil, demokratis, dan lebih sejahtera. Ketiga agenda pembangunan
tersebut pada dasarnya merupakan tiga pilar pembangunan yang saling memperkuat
bangunan masyarakat adil, aman, makmur, dan sejahtera.
Upaya untuk mewujudkan ketiga agenda tersebut
telah dituangkan secara sistematis dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Nasional (RPJMN) 2004–2009 dan dijabarkan lebih lanjut dalam Rencana Kerja
Pemerintah setiap tahunnya. Namun, pada saat RPJMN ini masih disusun, Kabinet
Indonesia Bersatu telah sejak awal memulai langkah-langkah yang diperlukan
melalui pelaksanaan Agenda 100 hari pertama Kabinet Indonesia Bersatu.
Dalam kaitan itu laporan pelaksanaan pembangunan
ini mencakup masa 10 bulan pelaksanaan pembangunan nasional dengan mengacu kepada
RPJMN termasuk pelaksanaan Agenda 100 Hari Pertama Kabinet Indonesia Bersatu.
Dalam uraian berikut akan disampaikan hasil-hasil yang telah dicapai dan
rencana ke depan untuk mengatasi berbagai permasalahan dan tantangan
pembangunan yang masih dihadapi.
1.2 Permasalahan yang Dihadapi
Pada
tahun 2004 jumlah penduduk miskin masih mencapai 36,1 juta jiwa (16,7 persen).
Jumlah penduduk miskin yang tinggi tersebut menggambarkan kemiskinan di
Indonesia yang bersifat multidimensi dan rendahnya mutu kehidupan masyarakat.
Permasalahan kemiskinan menyangkut permasalahan pemenuhan hak dasar, yaitu
terbatasnya kecukupan dan mutu pangan, terbatasnya akses dan rendahnya mutu layanan kesehatan, terbatasnya akses dan rendahnya mutu layanan
pendidikan, terbatasnya kesempatan
kerja dan berusaha, terbatasnya
akses layanan perumahan, terbatasnya
akses terhadap air bersih dan aman, serta sanitasi, lemahnya kepastian kepemilikan dan penguasaan tanah, memburuknya kondisi sumber daya alam dan
lingkungan hidup serta terbatasnya akses masyarakat miskin terhadap
sumber daya alam, lemahnya jaminan
rasa aman dan lemahnya
partisipasi. Selain itu, permasalahan kemiskinan juga menyangkut ketidaksetaraan
dan ketidakadilan gender, beban kependudukan dan kesenjangan antarwilayah. Di
samping jumlah penduduk miskin yang masih tinggi tersebut, fluktuasi angka
kemiskinan akibat krisis ekonomi pada tahun 1997 memperlihatkan kerentanan
masyarakat untuk jatuh miskin, akibat besarnya jumlah penduduk yang berada
sedikit di atas garis kemiskinan.
Di samping masalah kemiskinan, Indonesia juga
menghadapi tingkat pengangguran yang jumlahnya terus meningkat hingga tahun
2004. Meskipun berbagai indikator ekonomi lain menunjukkan perbaikan jika
dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Namun, pertumbuhan ekonomi tahun 2004
sebesar 5,1 persen belum mampu menyerap seluruh tambahan angkatan kerja yang
masuk ke dalam pasar kerja. Pertambahan
angkatan kerja sekitar 1,2 juta orang hanya mampu terserap sebesar 900 orang.
Dengan demikian, pengangguran terbuka bertambah sebesar 300 ribu orang sehingga
pengangguran terbuka seluruhnya menjadi 10,3 juta.
Selain itu penciptaan lapangan kerja formal juga
masih belum dapat menutup berkurangnya lapangan kerja formal selama periode
sebelumnya. Lapangan kerja formal sampai tahun 2004 hanya menyerap tenaga kerja
sekitar 28,4 juta pekerja, atau sekitar 30,3 persen dari angkatan kerja.
Pengurangan lapangan kerja formal terjadi justru terjadi pada industri-industri
yang padat pekerja yang sebagian berorientasi ekspor. Pengurangan lapangan
kerja formal ini memberikan tekanan kepada kesejahteraan pekerja informal.
Tekanan kepada peningkatan kesejahteraan pekerja informal tercermin pula dari
besarnya angka setengah penganggur terpaksa yang pada bulan Februari 2005 berjumlah
sekitar 14,3 juta orang meningkat dari 13,4 juta orang pada bulan Agustus 2004.
Hal ini menunjukkan bahwa penciptaan lapangan kerja formal harus menjadi
prioritas bersama.
Angkatan kerja yang berpendidikan SD dan SD ke
bawah jumlahnya juga masih cukup besar, yaitu 56,3 juta orang atau 54,1 persen
dari jumlah angkatan kerja pada tahun 2004. Masih besarnya jumlah maupun
persentase angkatan kerja yang berpendidikan rendah mencerminkan masih
rendahnya kualitas angkatan kerja yang tersedia. Kondisi ini seringkali
menimbulkan ketidaksesuaian kebutuhan di pasar kerja. Berkaitan dengan
permasalahan ini, masih perlu dilakukan penyempurnaan pengembangan
program-program pelatihan dan penyelenggaraan pelatihan kerja. Keterbatasan
dalam penyediaan sarana dan prasarana pelatihan khususnya pada balai latihan
kerja milik pemerintah menyebabkan lembaga pelatihan belum sepenuhnya dapat
memenuhi kebutuhan pasar kerja yang terus berkembang.
Belum adanya standarisasi dan sertifikasi
kompetensi tenaga kerja secara nasional menyebabkan banyak lembaga pelatihan
termasuk lembaga pelatihan milik pemerintah yang memberikan sertifikasi pekerja
menggunakan standar yang berbeda-beda. Untuk itu perlu adanya pengakuan dan
komitmen bersama berkaitan dengan standarisasi dan sertifikasi tenaga kerja.
Dengan tingginya jumlah pengangguran yang ada dan kondisi perekonomian yang
saat ini belum mampu menciptakan lapangan kerja secara memadai, pengiriman TKI
ke luar negeri dapat dijadikan sebagai alternatif. Selain menghasilkan devisa
yang cukup besar, pengiriman TKI selama ini juga telah meningkatkan lapangan
kerja yang cukup berarti. Namun demikian masih sering terjadi berbagai
permasalahan yang disebabkan lemahnya perlindungan terhadap TKI. Sebagian besar
TKI adalah pembantu rumah tangga yang berpendidikan rendah sehingga kemampuan
dan kesadaran untuk melindungi diri dan memecahkan persoalan yang dihadapai
menjadi sangat terbatas.
1.3 Tujuan
Agar mahasiswa mengetahui bagaimana cara mewujudkan Indonesia yang
sejahtera dengan mempertimbangkan kemampuan masyarakat yang ada di Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Mewujudkan
Indonesia yang Sejahtera
Meningkatkan
kesejahteraan rakyat Indonesia dilaksanakan terutama untuk
mengentaskan kemiskinan dan mengurangi pengangguran. Hal ini ditempuh dengan
strategi pembangunan ekonomi yang mengarah pada pertumbuhan yang berkualitas,
yaitu pertumbuhan yang tidak saja cukup tinggi, tetapi mampu menyerap pekerja,
mengurangi kemiskinan dalam jumlah yang lebih besar jika dibandingkan dengan
masa sebelumnya, dan mengurangi kesenjangan antar kelompok pendapatan antar
daerah. Untuk itu, tumpuan pertumbuhan akan dilakukan melalui upaya peningkatan
investasi dan ekspor, didukung oleh pembangunan infrastruktur yang memadai dan
stabilitas ekonomi yang mantap. Agar pertumbuhan tersebut dapat
berkesinambungan dan dinikmati oleh seluruh masyarakat Indonesia, diupayakan
revitalisasi pertanian, perikanan, dan kehutanan serta percepatan pengurangan
kesenjangan wilayah dan pembangunan perdesaan. Selain meningkatkan pendapatan
terutama bagi penduduk miskin, sasaran utama yang lain dari agenda ketiga ini
adalah meningkatkan kualitas kehidupan rakyat yang tercermin, terutama dari
pendidikan dan kesehatan yang lebih baik. Selanjutnya, demi menjaga pembangunan
yang berkelanjutan, mutu lingkungan hidup dan pengelolaan sumber daya alam juga
dijaga. Selain itu, dilakukan pula langkah penanganan bencana tsunami di NAD dan
Nias, meliputi langkah tanggap darurat, rehabilitasi, dan rekonstruksi.
2.2 Langkah-Langkah Kebijakan dan
Hasil-Hasil yang Dicapai
Untuk mengurangi jumlah penduduk miskin selama 10 bulan terakhir telah
dilakukan langkah-langkah sebagai berikut. Untuk mengatasi lemahnya koordinasi
antara lembaga yang terkait dalam penanggulangan kemiskinan dilakukan melalui
reformasi dan revitalisasi untuk menemukan bentuk kelembagaan terbaik dalam
melakukan penanggulangan kemiskinan. Selain itu, pemerintah melalui kerja sama
dengan kalangan lembaga swadaya masyarakat, swasta dan perguruan tinggi, telah
menyusun Strategi Nasional Penanggulangan Kemiskinan (SNPK) yang menjadi salah
satu agenda 100 hari. Penyusunan SNPK didorong oleh perlunya kesamaan persepsi
tentang kemiskinan, kejelasan tentang berbagai langkah pemerintahan, peran
swasta dan masyarakat, tersusunnya indikator dan sistem monitoring serta
evaluasi dalam pelaksanaan berbagai program penanggulangan kemiskinan.
Upaya penanggulangan kemiskinan juga dilakukan melalui pengarusutamaan
penanggulangan kemiskinan pada setiap dokumen perencanaan pembangunan, baik itu
dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah, Rencana Kerja Pemerintah maupun
rencana kerja kementerian. RPJMN 2004–2009 yang menjadikan penanggulangan
kemiskinan sebagai prioritas utama pembangunan, akan menjadi acuan dalam
pembuatan RPJMD 2004–2009. akibatnya, diharapkan akan terjadi sinergi dan
sinkronisasi upaya penanggulangan kemiskinan di pusat dan di daerah.
Untuk mengurangi beban penduduk miskin secara langsung akibat kenaikan
harga BBM, pemerintah telah menetapkan Program Kompensasi Pengurangan Subsidi
BBM yang mengalihkan subsidi terhadap BBM untuk program-program penanggulangan
kemiskinan. Program-program ini antara lain mencakup pendidikan dasar gratis untuk
masyarakat miskin, penyediaan layanan kesehatan masyarakat miskin secara gratis
melalui asuransi kesehatan, dan peningkatan pembangunan infrastruktur desa
tertinggal. Agar berbagai upaya penanggulangan kemiskinan lebih tepat sasaran,
termasuk melalui Kompensasi Pengurangan Subsidi BBM akurasi data penduduk
miskin semakin disempurnakan, melalui upaya identifikasi penduduk miskin dengan
melakukan perbaikan terhadap indikator yang dipergunakan selama ini. Dalam
kaitan itu, sedang dipersiapkan identifikasi penduduk miskin yang diharapkan
selesai pada akhir tahun 2005.
Langkah kebijakan yang dilakukan untuk pemenuhan hak dasar masyarakat
miskin antara lain dalam hal penyediaan dan perluasan akses pangan, perluasan
akses layanan kesehatan, perluasan akses layanan pendidikan, peningkatan kesempatan kerja dan berusaha,
perluasan akses layanan perumahan, penyediaan air bersih dan aman, serta
sanitasi dasar, perluasan akses tanah, perluasan akses sumber daya alam dan
lingkungan hidup, peningkatan rasa aman dan perluasan akses partisipasi. Dalam
kaitannya dengan pewujudan keadilan dan kesetaraan gender serta
pengendalian, pertumbuhan, dan persebaran penduduk, kebijakan kependudukan
diarahkan untuk pengendalian laju pertumbuhan, pemerataan persebaran dan
peningkatan mutu hidup penduduk. Kebijakan yang dilaksanakan untuk pengendalian
laju pertumbuhan penduduk adalah program keluarga berencana dan keluarga
sejahtera, kebijakan yang dilaksanakan untuk pemerataan persebaran penduduk
adalah transmigrasi. Untuk pengurangan
kesenjangan wilayah langkah kebijakan dilakukan antara lain adalah kebijakan
pembangunan perdesaan, kebijakan pembangunan perkotaan, kebijakan pengembangan
kawasan pesisir, dan kebijakan pengembangan daerah tertinggal.
Hasil yang dicapai dalam rangka pemenuhan hak dasar, termasuk untuk
penduduk miskin antara lain pelaksanaan Raskin sebesar 1.992.000 ton beras
untuk 8.3 juta KK pada tahun 2005 yang realisasinya sampai Juli 2005 telah
mencapai 993.439 ton atau 49.87 persen. Program jaminan pemeliharaan kesehatan bagi masyarakat miskin (JPK-M),
telah dilaksanakan atas kerja sama PT Askes, yang hingga bulan Juni 2005,
diperuntukkan bagi 36.146.700 juta penduduk miskin. Selain itu, juga telah
dialokasikan program Kompensasi Pengurangan Subsidi Bahan Bakar Minyak untuk
bidang kesehatan. Di sektor pendidikan, telah dilaksanakan berbagai program
termasuk untuk penduduk miskin, seperti program Keaksaraan Fungsional,
Pendidikan Kesetaraan, Kelompok Belajar Usaha (KBUI), Magang Kursus, Kelompok
Usaha Pemuda Produktif (KUPP), Life Skill
PLS, Pendidikan Anak Usia Dini, Wajib Belajar 9 Tahun, dan Program Pendidikan
Menengah. Khusus untuk penduduk miskin, pemerintah pada bulan Juni juga
mengalokasikan program kompensasi pengurangan subsidi BBM untuk pendidikan.
Pemenuhan kebutuhan perumahan yang
layak dan terjangkau, khususnya bagi masyarakat miskin yang berpenghasilan
rendah, dilakukan melalui program pengembangan perumahan yang berbasis pada
keswadayaan sebanyak 19.814 unit dan program P2KP khususnya daerah perkotaan
bagi sekitar 5,2 juta jiwa yang tersebar di 1.298 kelurahan di Pulau Jawa
bagian utara dan DIY. Selain itu, juga dilakukan program perbaikan lingkungan kumuh di perkotaan di 32 kabupaten/kota
yang tersebar di 76 kecamatan dan 211 desa/kelurahan. Program pengelolaan
pertanahan antara lain melalui sertifikasi tanah secara bertahap sebanyak
41.600 bidang tanah dengan jumlah penerima manfaat 2.154 KK, penerbitan
sertifikat tanah bagi masyarakat golongan ekonomi lemah sebanyak 91.205 bidang
dengan jumlah penerima manfaat 91.194 KK, redistribusi tanah objek Land
Reform bagi petani penggarap tanah objek Land Reform dengan jumlah
penerima manfaat sebanyak 4.800
KK dan penerbitan sertifikat hak
atas tanah bagi transmigran sebanyak 39.548 bidang dengan jumlah penerima
manfaat 15.819 KK, dan program-program yang berbasis komunitas dan pemberdayaan
masyarakat. Selanjutnya, pelaksanaan Program Pengembangan Kecamatan (PPK),
Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan (P2KP), dan Program Pembangunan
Prasarana Perdesaan (P2D), dan forum musyawarah perencanaan pembangunan
(musrenbang) telah melibatkan seluruh pelaku pembangunan sehingga meningkatkan
partisipasi masyarakat dalam proses perencanaan pembangunan.
Untuk pewujudan keadilan dan kesetaraan gender serta pengendalian laju
pertumbuhan penduduk adalah
dengan ditetapkannya kebijakan peningkatan produktivitas ekonomi perempuan
(PPEP), pengembangan model desa prima (Perempuan Indonesia Maju Mandiri) yang hingga akhir tahun 2004 telah
dilakukan di 7 provinsi, dan hingga akhir tahun 2005 diharapkan akan menjadi 9
provinsi, terutama provinsi-provinsi dengan jumlah penduduk miskin terbanyak,
program peningkatan kualitas hidup perempuan, program keluarga berencana,
pengadaan alat kontrasepsi gratis kepada keluarga miskin dengan penerima
manfaat 11,75 juta KK dan program pelayanan kontap kepada keluarga miskin
(medis operasi pria/wanita) dengan penerima manfaat 21.880 KK.
Selanjutnya, sebagai langkah penting dan terkait erat untuk mengurangi
kemiskinan adalah mengatasi masalah ketenagakerjaan, yaitu terutama untuk
mengurangi pengangguran adalah melalui penciptaan lapangan kerja untuk
mengurangi pengangguran, yang dilakukan dengan memperbaiki iklim ketnegakerjaan
dengan menerapkan kebijakan pasar kerja yang luwes. Kebijakan pasar kerja yang
luwes bertujuan agar pasar kerja dapat menyerap tenaga kerja seluas mungkin.
Konsistensi antara penciptaan lapangan kerja dan peraturan di bidang
ketenagakerjaan merupakan salah satu aspek penting, seperti kepastian hukum
yang berkaitan dengan ketenagakerjaan, yang merupakan kunci bagi upaya
penciptaan lapangan kerja baru. Selain itu, kebijakan yang telah dibuat
memerhatikan pelindungan tenaga kerja yang dapat menjamin bahwa peraturan
tersebut tidak menghambat pertumbuhan kesempatan kerja dan tanpa mengurangi
keluwesan pasar tenaga kerja.
Untuk memperluas dan mengembangkan kesempatan kerja, dilakukan upaya
perbaikan berbagai peraturan dalam rangka menciptakan pasar kerja yang lebih
luwes, dengan memperbaiki peraturan yang berkaitan dengan rekrutmen,
pengupahan, PHK pekerja, dan uang pesangon. Untuk itu, secara terus-menerus
telah dilakukan berbagai ”dialog” antarserikat pekerja, pengusaha, dan
pemerintah untuk menyempurnakan berbagai peraturan tersebut. Selanjutnya,
dilakukan penyempurnaan kegiatan pendukung pasar kerja dalam rangka
mempertemukan pengguna dan pencari kerja, dengan melakukan berbagai Job Fair yang melibatkan perusahaan
serta memberdayakan bursa kerja yang ada; termasuk pengembangan bursa kerja on line sesuai dengan perkembangan pasar
kerja di sepuluh provinsi.
Dalam rangka mendorong dan melindungi tenaga kerja Indonesia di luar negeri
telah disusun peraturan pelaksanaan Undang-Undang No. 39 Tahun 2004 tentang
Penempatan dan Pelindungan Tenaga Kerja Indonesia di luar negeri, dengan
memperbaiki mekanisme penempatan TKI dan pelindungan TKI, memberikan kemudahan
memperoleh dokumen imigrasi bagi TKI yang akan bekerja di luar negeri, dan
menghilangkan berbagai pungutan yang berkaitan dengan kepulangan TKI. Dalam
rangka mengamankan dan memudahkan proses pemulangan TKI dari Malaysia,
dilakukan koordinasi pertemuan interdep, termasuk dengan Pemda asal TKI, dan
koordinasi dengan pemerintah Malaysia melalui Kedutaan RI dalam rangka
memberikan pelayanan pada TKI selama masa pengempunan. Selanjutnya, untuk
mendukung pengembangan pasar tenaga kerja di luar negeri dilakukan promosi
pembukaan pasar kerja internasional, dengan negara-negara yang banyak menerima
penempatan TKI, yaitu beberapa negara di Timur Tengah, Malaysia, Singapura,
Korea Selatan, Hongkong, dan Taiwan.
Untuk memberdayakan para penganggur dilakukan kegiatan fasilitasi melalui
pemberdayaan kegiatan ekonomi informal, kewirausahaan, pengembangan usaha kecil
dan menengah, dan menempatkan tenaga kerja terdidik secara sukarela di
unit-unit ekonomi produktif, terutama di perdesaan, pelaksanaan kegiatan padat
karya di perdesaan/perkotaan, serta kerja sama dengan pengguna tenaga kerja
lintas daerah dan perusahaan yang membutuhkan pekerja, serta menempatkan TKI ke
luar negeri.
Dalam rangka peningkatan kualitas dan produktivitas tenaga kerja, antara
lain, telah dilakukan penyelenggaraan program-program pelatihan kerja berbasis
kompetensi (competency based training);
antara lain meliputi
1)
kegiatan pelatihan institusional dan
noninstitusional/mobile training unit
(MTU) di BLK sebanyak 4.514 orang;
2)
pelaksanaan pemagangan, baik di dalam
maupun di luar negeri sebanyak 2.354 orang;
3)
pelatihan kewirausahaan sebanyak 820
orang.
Selanjutnya, dikembangkan standardisasi dan sertifikasi kompetensi tenaga
kerja; melalui pembentukan Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP) dalam
rangka pemenuhan standar dan sertifikasi kompetensi kerja yang dipersyaratkan
oleh Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan sebagai jaminan
kualitas dan jaminan keselamatan kerja.
Untuk pelindungan dan pengembangan lembaga tenaga kerja dilaksanakan
persiapan pelaksanaan UU No. 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan
Hubungan Industrial (PPHI), antara lain dengan
a)
sosialisasi pelaksanaan UU PPHI dan
penyusunan PP dan Kepmen,
b)
mempersiapkan hakim ad-hoc, sarana dan prasarana peradilan.
Dialog sosial melalui berbagai media atau forum tripartit antara pekerja,
pengusaha, dan Pemerintah, serta mendorong harmonisasi antara pekerja dan
pengusaha melalui forum bipartit semakin ditingkatkan. Selain itu, berbagai
kegiatan yang telah dilakukan secara rutin terus dilanjutkan, seperti
(1) mendorong kelembagaan ketenagakerjaan,
(2) membina syarat-syarat kerja dan mengupayakan peningkatan kesejahteraan
pekerja,
(3) meningkatkan kualitas dan kuantitas perjanjian kerja dan kesepakatan
kerja sama, dan
(4) meningkatkan kepesertaan jaminan sosial tenaga kerja (Jamsostek).
2.3 Tindak Lanjut yang Diperlukan
Kebijakan dan program penanggulangan kemiskinan RPJMN 2004–2009
diarahkan untuk penghormatan, pelindungan, dan pemenuhan
hak-hak dasar rakyat miskin. Selain itu, kebijakan dan program penanggulangan
kemiskinan juga diarahkan pada kesetaraan dan keadilan gender serta
pengendalian laju pertumbuhan penduduk, dan pengembangan wilayah. Hal ini
dilakukan diharapkan agar penanggulangan kemiskinan menjadi lebih komprehensif
dan dapat dilaksanakan. Upaya pengarusutamaan penanggulangan kemiskinan ini
selain bertujuan untuk menjadikan penanggulangan kemiskinan sebagai prioritas
utama pembangunan, juga bertujuan untuk menjadikan penanggulangan kemiskinan
sebagai sebuah gerakan sosial, baik di tingkat nasional maupun daerah.
Langkah-langkah
yang perlu dilakukan untuk pengarusutamaan penanggulangan kemiskinan adalah
dengan pelaksanaan Rencana Aksi Penanggulangan Kemiskinan yang tertuang dalam
RPJMN 2004–2009, RKP 2006 dan SNPK. Hal ini terutama menyangkut (1) penentuan
prioritas kebijakan dan program, indikator kinerja (performance indicators)
dan penentuan kelompok sasaran (targetting) yang jelas dan
terukur; (2) rencana dan pola penganggaran dalam penanggulangan kemiskinan; (3)
mekanisme kelembagaan terutama pembagian peran yang jelas antara pemerintah,
pemerintah daerah, LSM, perguruan tinggi, organisasi masyarakat, organisasi
profesi, swasta, dan lembaga internasional; (4) mengembangkan sistem deteksi
dini (early warning system) yang memuat informasi awal (core
information), baik indikator kuantitaif yang terukur maupun
indikator kualitatif sehingga dapat menentukan tindakan secara terencana,
terarah, dan sistematis; (5) memperkuat pangkalan data dan menyiapkan peta
spasial (Geographical Information System) kemiskinan, pengangguran,
infrastruktur, konflik, dan data relevan yang lain; (6) mengembangkan sistem
pengendalian dan pengawasan (safeguarding system) yang
meliputi penyebarluasan informasi, pengembangan unit pengaduan masalah,
pelaporan secara reguler, verifikasi independen terhadap laporan, dan
keterlibatan berbagai pelaku; dan (7) melakukan sosialisasi ke daerah dengan
tujuan memastikan pengarusutamaan penanggulangan kemiskinan di daerah dan
memperkuat komitmen pemerintah daerah dalam penanggulangan kemiskinan.
Dalam
upaya peningkatan kesempatan kerja, upaya penciptaan iklim ketenagakerjaan
tersebut, tidak dapat berjalan tanpa diikuti oleh program program di bidang
lainnya. Mengingat jumlah pengangguran terbuka yang demikian besar, dibutuhkan
strategi komprehensif dalam penciptaan kesempatan kerja. Penciptaan kesempatan
kerja perlu ditempuh dengan mendorong percepatan perkembangan sektor riil
melalui investasi dan ekspor. Penciptaan kesempatan kerja, investasi, dan
ekspor harus menjadi salah satu prioritas dalam rencana kerja pemerintah
mendatang. Untuk itu, perlu dituntaskan berbagai kebijakan reformasi ekonomi
dalam rangka mempercepat terwujudnya iklim usaha yang kondusif bagi
perkembangan investasi dan ekspor. Di samping itu, untuk mempercepat
pertumbuhan sektor riil diberikan akses lebih besar kepada pelaku usaha,
khususnya usaha kecil dan menengah.
Untuk
menjamin agar prioritas rencana kerja pemerintah dalam rangka menciptakan
kesempatan kerja, investasi, dan ekspor, dapat terselenggara dengan baik, perlu
dilakukan berbagai kebijakan, seperti
1)
menciptakan kebijakan pasar kerja yang
lebih luwes;
2)
memperbaiki iklim investasi;
3)
memperbaiki harmonisasi peraturan
perundangan antara pusat dan daerah;
4)
meningkatkan kinerja perangkat
organisasi daerah serta kualitas aparatus pemerintah daerah dalam rangka
meningkatkan investasi;
5)
mengurangi biaya transaksi dan praktik
ekonomi biaya tinggi;
6)
meningkatkan kepastian berusaha dan
kepastian hukum bagi dunia usaha termasuk usaha kecil dan menengah;
7)
meningkatkan daya saing industri dan
pengembangan ekspor;
8)
meningkatkan akses UKM kepada sumber
daya produktif;
9)
meningkatkan kualitas tenaga kerja dan
kewirausahaan; dan
10) meningkatkan
pembangunan infrastruktur.
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Meningkatkan kesejahteraan rakyat Indonesia dilaksanakan terutama untuk
mengentaskan kemiskinan dan mengurangi pengangguran. Hal ini ditempuh dengan
strategi pembangunan ekonomi yang mengarah pada pertumbuhan yang berkualitas,
yaitu pertumbuhan yang tidak saja cukup tinggi, tetapi mampu menyerap pekerja,
mengurangi kemiskinan dalam jumlah yang lebih besar jika dibandingkan dengan
masa sebelumnya, dan mengurangi kesenjangan antar kelompok pendapatan antar
daerah.
Kebijakan dan program penanggulangan kemiskinan RPJMN 2004–2009
diarahkan untuk penghormatan, pelindungan, dan pemenuhan
hak-hak dasar rakyat miskin. Selain itu, kebijakan dan program penanggulangan
kemiskinan juga diarahkan pada kesetaraan dan keadilan gender serta
pengendalian laju pertumbuhan penduduk, dan pengembangan wilayah.
Langkah-langkah
yang perlu dilakukan untuk mengutamakan penanggulangan kemiskinan adalah dengan
pelaksanaan Rencana Aksi Penanggulangan Kemiskinan yang tertuang dalam RPJMN
2004–2009, RKP 2006 dan SNPK. Hal ini terutama menyangkut diantaranya :
(1) penentuan
prioritas kebijakan dan program, indikator kinerja (performance indicators)
dan penentuan kelompok sasaran (targetting) yang jelas dan
terukur;
(2) rencana
dan pola penganggaran dalam penanggulangan kemiskinan;
(3) mekanisme
kelembagaan terutama pembagian peran yang jelas antara pemerintah, pemerintah
daerah, LSM, perguruan tinggi, organisasi masyarakat, organisasi profesi,
swasta, dan lembaga internasional;
(4) mengembangkan
sistem deteksi dini (early warning system) yang memuat
informasi awal (core information), baik indikator kuantitaif yang terukur
maupun indikator kualitatif sehingga dapat menentukan tindakan secara
terencana, terarah, dan sistematis;
(5) memperkuat
pangkalan data dan menyiapkan peta spasial (Geographical Information System) kemiskinan,
pengangguran, infrastruktur, konflik, dan data relevan yang lain;
(6) mengembangkan
sistem pengendalian dan pengawasan (safeguarding system) yang
meliputi penyebarluasan informasi, pengembangan unit pengaduan masalah,
pelaporan secara reguler, verifikasi independen terhadap laporan, dan
keterlibatan berbagai pelaku; dan
(7) melakukan
sosialisasi ke daerah dengan tujuan memastikan pengarusutamaan penanggulangan
kemiskinan di daerah dan memperkuat komitmen pemerintah daerah dalam
penanggulangan kemiskinan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar