Menulis malam, menceritakan kelam.
Sebaris paragraph tentang sang hitam.
Irama temaram melaju dalam langkahnya yang lebam.
Mungkin inilah bunga rampai dari torehan-torehan yang berpitam.
Sebongkah arang memilu mengerang.
Sehasta langkah diam terbenam.
Dalam bingkainya yang bisu, namun nampak bergumam.
Lirih-lirih merintih.
Seperti tandanya pedih.
Perih . . .
Antagonis kontraproduktif.
Khayal-khayal meraja tanda tak arif.
Elisik transcendental kian tak kondusif.
Lupakan . . .
Namun jangan di maafkan.
Ganyang batin menggeligi.
Petisi-petisi berkompetisi.
Tak guna.
Tenggelam dalam kompetensi.
Lupakan . . .
Janganlah di maafkan.
Hari terlalu sombong untuk dikenang.
Tersenyumlah . . .
Dan tetap tersenyum.
Meski senyuman itu tak’kan meruntuhkan gunung.
Naun dengan senyuman itu,
Samudera akan berwarna merah.
Saat jutaan nyawa terenggut diujung pertumpahan darah karena amarah.
Created by I.C.H.A.N.K
Tidak ada komentar:
Posting Komentar